Tarekat Syattariyah adalah tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke- 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, yaitu Abdullah asy Syattar. Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (asia tengah) dengan nama Isyqiyah.
Tarekat Syattariyah berasal dari kata Syattar yang artinya membelah dua yang dibelah dua dalam hal ini adalah kalimat tauhid yang di hayati dalam zikir nafi' dan istbat, yaitu La ilaha (nafi') dan Illa Allah (istbat).
Sayangnya tarekat ini tidak berkembang di negeri asalnya, bahkan semakin memudar akibat perkembangan tarekat naqsyabandi, lalu kemudian Abdullah asy Syattar pergi ke India dan disinilah tarekat ini mulai populer dan menyebarluas ke Mekkah, Madinah, dan bahkan sampai ke Indonesia.
Tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah di dalam hati, tetapi tidak harus melalui tahap fana'. Penganut tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah itu sebanyak gerak nafas pada makhluk, akan tetapi jalan yang paling utama yang harus ditempuh oleh kaum Akhyar, Absar, dan Syattar. Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar ( orang-orang terpilih ) dan Abrar ( orang-orang terbaik ) serta menguasai rahasia-rahasia zikir.
Ada sepuluh macam aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat, zuhud, tawakkal, qona'ah, uzlah, muroqobah, sabar, ridho, zikir, dan musyahadah.
Setelah Abdullah Syattar meninggal dunia tarekat Syattariyah dikembangkan oleh murid-muridnya, salah satunya adalah Muhammad A'la, sedangkan di Indonesia tarekat ini dikembangkan oleh Syeik Muhammad Burhanuddin di Sumatera Barat, sebelumnya sudah ada di Aceh sebagian wilayah nusantara, seperti di Palembang dikota lainnya.
Tarekat Syattariyah berasal dari kata Syattar yang artinya membelah dua yang dibelah dua dalam hal ini adalah kalimat tauhid yang di hayati dalam zikir nafi' dan istbat, yaitu La ilaha (nafi') dan Illa Allah (istbat).
Sayangnya tarekat ini tidak berkembang di negeri asalnya, bahkan semakin memudar akibat perkembangan tarekat naqsyabandi, lalu kemudian Abdullah asy Syattar pergi ke India dan disinilah tarekat ini mulai populer dan menyebarluas ke Mekkah, Madinah, dan bahkan sampai ke Indonesia.
Tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah di dalam hati, tetapi tidak harus melalui tahap fana'. Penganut tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah itu sebanyak gerak nafas pada makhluk, akan tetapi jalan yang paling utama yang harus ditempuh oleh kaum Akhyar, Absar, dan Syattar. Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar ( orang-orang terpilih ) dan Abrar ( orang-orang terbaik ) serta menguasai rahasia-rahasia zikir.
Ada sepuluh macam aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat, zuhud, tawakkal, qona'ah, uzlah, muroqobah, sabar, ridho, zikir, dan musyahadah.
Setelah Abdullah Syattar meninggal dunia tarekat Syattariyah dikembangkan oleh murid-muridnya, salah satunya adalah Muhammad A'la, sedangkan di Indonesia tarekat ini dikembangkan oleh Syeik Muhammad Burhanuddin di Sumatera Barat, sebelumnya sudah ada di Aceh sebagian wilayah nusantara, seperti di Palembang dikota lainnya.