Meniti Jalan Kebenaran

Sabda Nabi SAW, "Barangsiapa yang meminjam harta orang lain dengan niat ingin mengembalikannya, Allah akan mengembalikan pinjaman itu, namun barangsiapa yang meminjamnya dengan niat ingin merugikannya, Allah pun akan merugikannya.", Riwayat Al-Bukhari | Muhammad s.a.w. bersabda, "Sesungguhnya sebaik-baik hari ialah hari Jumaat, maka perbanyakkanlah selawat keatas ku pada hari tersebut. Sesungguhnya selawat kalian akan diperlihatkan kepadaku." (Hadis Riwayat Abu Dawud) | Dari Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah saw bersabda: Musa bin Imran as pernah berkata, "Wahai Tuhanku, siapakah orang yang paling mulia pada pandanganMu? Allah swt menjawab: Barangsiapa yang memberi maaf meskipun dia memiliki kemampuan untuk membalas dendam." (Hadis Riwayat Baihaqi) | Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah SAW menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhori dan Muslim)."Tiada suatu haripun melainkan di dalamnya malaikat berseru. 'Hai anak Adam, yang sedikit tetapi cukup bagimu, lebih baik daripada yang banyak, tetapi menganiaya kamu." (Ibnu Mas'ud r.a) | "Orang yang mengharap pamrih dari pengabdiannya bukanlah tergolong hamba yang baik." (Imam Ahmad Rifa'i) | "Orang Islami itu adalah orang yang muslim lainnya selamat dari lidah dan tangannya; dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah." (HR. Muslim) | "Sesungguhnya seorang hamba itu bila merasa ujub karena suatu perhiasan dunia, niscaya Allah akan murka kepadanya hingga dia melepaskan perhiasan itu," (Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a)

Tarekat Syattariyah

Tarekat Syattariyah adalah tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke- 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, yaitu Abdullah asy Syattar. Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (asia tengah) dengan nama Isyqiyah.

Tarekat Syattariyah berasal dari kata Syattar yang artinya membelah dua yang dibelah dua dalam hal ini adalah kalimat tauhid yang di hayati dalam zikir nafi' dan istbat, yaitu La ilaha (nafi') dan Illa Allah (istbat).

Sayangnya tarekat ini tidak berkembang di negeri asalnya, bahkan semakin memudar akibat perkembangan tarekat naqsyabandi, lalu kemudian Abdullah asy Syattar pergi ke India dan disinilah tarekat ini mulai populer dan menyebarluas ke Mekkah, Madinah, dan bahkan sampai ke Indonesia.

Tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah di dalam hati, tetapi tidak harus melalui tahap fana'. Penganut tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah itu sebanyak gerak nafas pada makhluk, akan tetapi jalan yang paling utama yang harus ditempuh oleh kaum Akhyar, Absar, dan Syattar. Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar ( orang-orang terpilih ) dan Abrar ( orang-orang terbaik ) serta menguasai rahasia-rahasia zikir.

Ada sepuluh macam aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat, zuhud, tawakkal, qona'ah, uzlah, muroqobah, sabar, ridho, zikir, dan musyahadah.

Setelah Abdullah Syattar meninggal dunia tarekat Syattariyah dikembangkan oleh murid-muridnya, salah satunya adalah Muhammad A'la, sedangkan di Indonesia tarekat ini dikembangkan oleh Syeik Muhammad Burhanuddin di Sumatera Barat, sebelumnya sudah ada di Aceh sebagian wilayah nusantara, seperti di Palembang dikota lainnya.

Related : Tarekat Syattariyah