Pada suatu ketika Abdullah bin Mubarak pergi berhaji dan ia tertidur di Masjidil Haram. Saat tertidur dia bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit. Dalam mimpinya itu dia mendengar pembicaraan antara kedua malaikat tersebut.
Malaikat pertama: "Berapa banyak orang-orang yang berhaji tahun ini?"
Malaikat kedua: "Enam ratus ribu".
Malaikat pertama: "Berapa banyak yang diterima?"
Malaikat kedua: "Tidak seorangpun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji karena suatu hal, tetapi diterima hajinya. Sehingga semua yang haji tahun ini diterima berkat hajinya Muwaffaq."
Ketika Abdullah mendengar percakapan kedua malaikat itu ia kemudian terbangun dari tidurnya. Lalu dengan segera Abdullah bin Mubarak berkemas dan langsung berangkat ke Damsyik untuk mencari orang yang bernama Muwaffaq itu.
Ketika sampai dirumah Muwaffaq, diketuknya pintu rumah milik Muwaffaq dan keluarlah seorang laki-laki dan segera bertanya namanya. Setelah disuruh masuk dan mereka saling memperkenalkan diri, Abdullah bin Mubarak kemudian bertanya:
"Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga memperoleh derajat yang sedemikian tinggi ?"
"Tadinya aku ingin berhaji, tetapi tidak terlaksana karena keadaanku, tetapi aku mendadak mendapatkan uang tiga ratus dirham dari pekerjaanku membuat dan menambal sepatu. Niatku akan kugunakan untuk pergi haji tahun ini, tapi saat ini istriku sedang hamil. Pada suatu hari dia mencium bau masakan dari rumah tetangga dan istriku menginginkan sekali masakan itu, maka aku pergi ke rumah tetangga itu dan menyampaikan tujuanku sebenarnya.
Oh, aku terpaksa membuka rahasiaku, sebenarnya anak-anak yatim yang berada dirumah ini sudah tiga hari tanpa makanan," jawab tetangga itu. "Karena itu aku keluar untuk mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba aku menemukan bangkai kuda disuatu tempat, lalu aku potong dan sebagian aku bawa pulang untuk dimasak. Maka masakan ini halal bagi kami dan haram untuk kamu makan."
Ketika aku mendengar jawaban itu, aku segera kembali ke rumah dan mengambil uang tiga ratus dirham lalu aku serahkan kepada tetanggaku tadi, dan menyuruhnya membelanjakan uang itu untuk keperluan anak-anak yatim yang ada dalam asuhannya.
"Sebenarnya hajiku ada di depan pintu rumahku." Kata Muwaffaq.
Demikianlah cerita ini dapat disampaikan, semoga dapat memberi pelajaran bahwa membantu tetangga yang sedang kelaparan dan apalagi didalamnya terdapat anak-anak yatim. Sungguh besar pahala yang akan kita terima dari Allah Subhanahu wa ta'ala.